Eritropoiesis adalah proses pembentukan sel darah merah (eritrosit) yang terjadi di sumsum tulang. Sel darah merah memiliki peran vital dalam tubuh manusia, terutama dalam transportasi oksigen ke seluruh tubuh, oleh karena itu proses pembentukannya sangat penting bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai proses eritropoiesis:
Lokasi Eritropoiesis
Pada awal kehidupan (sejak dalam rahim), eritropoiesis terjadi di berbagai organ tubuh, termasuk kantung yolk (pada janin), hati, dan limpa. Namun, setelah kelahiran, eritropoiesis utama berlangsung di sumsum tulang. Sumsum tulang merah ini berlokasi di bagian tengah tulang panjang seperti tulang paha, tulang belakang, dan tulang dada.
Regulasi Eritropoiesis
Proses eritropoiesis dipengaruhi oleh sejumlah faktor, tetapi yang paling utama adalah hormon eritropoietin (EPO). EPO diproduksi terutama oleh ginjal sebagai respons terhadap rendahnya kadar oksigen dalam darah. Ketika oksigen dalam tubuh berkurang (misalnya, saat tubuh berada di ketinggian atau pada kondisi anemia), ginjal akan melepaskan EPO untuk merangsang produksi sel darah merah di sumsum tulang.
Tahapan Proses Eritropoiesis
Eritropoiesis adalah proses yang berlangsung melalui beberapa tahapan berbeda. Berikut adalah tahapan utama dalam pembentukan sel darah merah:
Stem Cell (Sel Punca Hematopoietik)
Proses pembentukan sel darah merah dimulai dari sel punca hematopoietik yang terdapat di sumsum tulang. Sel punca ini adalah sel yang tidak terdiferensiasi dan mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel darah, termasuk sel darah merah, putih, dan trombosit.
Proeritroblas
Sel punca hematopoietik berkembang menjadi sel progenitor yang disebut proeritroblas. Proeritroblas adalah sel yang lebih terkhususkan untuk menjadi sel darah merah. Pada tahap ini, sel masih memiliki inti yang besar dan banyak sitoplasma, serta dapat mengalami pembelahan sel.
Eritroblas Basofilik
Proeritroblas kemudian berkembang menjadi eritroblas basofilik. Pada tahap ini, sel mulai memproduksi hemoglobin, protein yang akan mengikat oksigen. Eritroblas basofilik terlihat lebih kecil dibandingkan proeritroblas dan mulai memiliki sedikit lebih banyak hemoglobin di dalam sitoplasma, yang memberinya warna biru (karena adanya RNA).
Eritroblas Polikromatofilik
Setelah itu, eritroblas basofilik berkembang menjadi eritroblas polikromatofilik, di mana jumlah hemoglobin meningkat. Pada tahap ini, warna sel mulai berubah menjadi lebih keabuan atau ungu, yang menunjukkan adanya campuran warna antara hemoglobin dan nukleus sel.
Eritroblas Ortokromatik
Pada tahap ini, sel menjadi lebih matang dan disebut eritroblas ortokromatik. Hemoglobin mulai mendominasi sitoplasma, dan inti sel semakin menyusut. Proses ini berlanjut hingga inti sel akhirnya dikeluarkan.
Retikulosit
Setelah eritroblas ortokromatik mengeluarkan inti selnya, sel tersebut menjadi retikulosit. Retikulosit adalah bentuk awal dari sel darah merah yang sudah mulai memiliki kemampuan untuk mengikat oksigen. Meskipun sebagian besar organel dan inti telah hilang, retikulosit masih mengandung sisa-sisa ribosom dan retikulum endoplasma, yang memberikan struktur jaringan seperti jaring. Sel ini kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
Sel Darah Merah Matang (Eritrosit)
Retikulosit yang telah meninggalkan sumsum tulang dan memasuki peredaran darah akan kehilangan sisa-sisa organelnya dalam waktu 1-2 hari dan berkembang menjadi sel darah merah matang atau eritrosit. Eritrosit sepenuhnya terbentuk dan dapat mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sel darah merah ini memiliki bentuk seperti cakram bikonkaf yang memungkinkan mereka memiliki luas permukaan lebih besar untuk mengikat lebih banyak oksigen.
Waktu yang Dibutuhkan untuk Pembentukan Sel Darah Merah
Proses dari sel punca hematopoietik hingga menjadi sel darah merah matang memakan waktu sekitar 7 hingga 10 hari. Setelah diproduksi, sel darah merah akan beredar dalam darah selama sekitar 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial, khususnya di hati dan limpa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eritropoiesis
Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan dan efisiensi eritropoiesis, antara lain:
Kadar Oksigen: Penurunan kadar oksigen dalam tubuh akan merangsang produksi eritropoietin, yang kemudian mempercepat eritropoiesis.
Kehadiran Nutrisi: Gizi yang memadai sangat penting untuk produksi sel darah merah, termasuk asam folat, vitamin B12, dan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam sintesis hemoglobin.
Hormon: Selain eritropoietin, hormon seperti testosteron juga dapat meningkatkan produksi sel darah merah pada pria.
Kondisi Medis: Beberapa kondisi medis, seperti anemia, dapat mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah. Selain itu, penyakit sumsum tulang atau gangguan dalam hormon eritropoietin juga bisa menghambat produksi sel darah merah.
Gangguan dalam Eritropoiesis
Beberapa gangguan dapat terjadi pada proses eritropoiesis yang mengarah pada kondisi medis, antara lain:
Anemia: Kekurangan sel darah merah atau hemoglobin yang dapat disebabkan oleh kekurangan gizi, gangguan produksi eritropoietin, atau kerusakan pada sumsum tulang.
Polycythemia Vera: Kondisi di mana sumsum tulang menghasilkan terlalu banyak sel darah merah, yang menyebabkan darah menjadi kental dan aliran darah terhambat.
Anemia Megaloblastik: Gangguan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 atau asam folat yang menghambat pembentukan sel darah merah yang normal.